Suatu ketika Roberto De Vincenzo, seorang pemain golf Argentina yang terkenal itu memenangkan sebuah turnamen golf profesional yang berhadiah uang dalam jumlah besar. Setelah menerima hadiahnya dan penuh senyum di depan kamera para wartawan ia bergegas berjalan menuju club house dan bersiap-siap untuk pulang.
Saat berjalan menuju mobilnya, ia dihampiri oleh seorang wanita dan wanita itu memberikan salam ucapan selamat kepadanya atas kemenangan yang ia raih seraya mengatakan kepadanya bahwa bayinya tengah mengalami sakit keras dan kondisinya sekarat, "Saya tak tahu harus bagaimana, karena sama sekali tak punya biaya untuk berobat ke dokter" kata wanita itu dengan wajah memelas.
Vincenzo sangat tersentuh melihat wanita malang itu dan segera mengeluarkan check dan pena untuk menuliskan selembar check dengan nilai yang tidak sedikit untuk diberikan kepada wanita itu. "Segera bawa anakmu berobat ke rumah sakit, kalau perlu opname dan pastikan dia benar-benar sembuh" kata Vincenzo dengan penuh simpatik. Wanita itu memegang erat tangan Vincenzo dan beberapa kali membungkuk penuh rasa terimakasih sebelum pergi meninggalkan pegolf yang murah hati itu.
Minggu berikutnya dalam suatu acara makan siang di sebuah country club, rekan Vincenso yang juga seorang pejabat asosiasi golf professional mendatangi mejanya dan duduk bersamanya, kemudian bertanya "Vincenzo, minggu lalu anda memberikan check kepada seorang wanita?"
Vincenzo mengangguk sambil meneguk juice apelnya.
"Seorang tukang parkir yang melihat anda memberikan check kepada wanita itu mengatakan pada saya bahwa wanita itu telah menipumu kawan, anaknya tidak sedang sakit apalagi sekarat" kata orang itu menjelaskan.
Kali ini Vincenzo tediam sejenak dan bertanya serius "Sungguh? Tidak ada anak yang sekarat?"
"Benar" tegasnya.
"Syukurlah kalau begitu, saya rasa itu adalah berita terbaik yang saya dengar dalam minggu ini" jawab Vincenzo
Simber : Internet
Sabtu, 15 Oktober 2011
Anak-anak dan Kepura-puraan
"Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik."
(Roma 12:9)
Suatu kali, Johan, seorang Kristen yang saleh, mengunjungi keponakannya yang ada di luar kota. Johan sangat sayang kepada Anto, sehingga orangtua Anto mengijinkan Johan untuk tidur di kamar Anto. Johan dan Anto pun saling bertukar cerita tentang pengalaman masing-masing. Ketika waktu sudah semakin malam, Johan mengajak Anto untuk segera tidur, karena Anto harus sekolah keesokan harinya. Ketika masing-masing sudah mengambil posisi tidur, tiba-tiba Anto melompat dari tempat tidurnya dan segera berlutut di samping ranjang itu, "Astaga, hampir saja saya lupa," kata Anto. Melihat apa yang dilakukan Anto, Johan pun segera bangun dan mengambil posisi berlutut di sisi ranjang yang lain, Ia pikir, "Ngga bagus kalo Anto melihat contoh yang tidak baik dari saya." Anto pun heran dengan kelakuan om-nya itu, lalu segera berkata, "Waduh, Om... Besok pagi kita bisa dimarahin mama deh," Johan menanggapi, "Dimarahin kenapa, To?" "Soalnya, pispotnya hanya ada di sebelah sini, tidak di sana," seru Anto.
Rupa-rupanya, Johan berpikir Anto yang bangun tiba-tiba itu akan berdoa. Karena itu, sebagai om, ia tidak mau memberi teladan yang buruk. Ia segera bangun untuk berlutut dan mengambil posisi berdoa. Ternyata Anto tidak bermaksud begitu, sebab ia dibiasakan mamanya untuk buang air kecil sebelum tidur, supaya tidak mengompol di atas ranjang.
Apa yang bisa kita pelajari dari cerita di atas? Orangtua atau orang yang lebih tua (entah itu statusnya adalah om, tante, opa, oma, kakak dsb.) pastinya sadar bahwa anak-anak melihat apa yang mereka lakukan, dan anak-anak akan menirunya. Karena itu, sebagai orang yang lebih tua, kita berusaha sekuat tenaga untuk memberi teladan yang baik kepada anak-anak. Pola sikap yang dikembangkan adalah kalau orangtua tidak mau anaknya begitu, maka mereka pun tidak akan melakukan hal itu. Contoh: jika orangtua mau anaknya tidak ikut-ikutan merokok, maka orangtua berusaha tidak merokok, minimal tidak di depan anak.
Namun, apa yang melandasi motivasi kita memberi teladan yang baik bagi anak? Kisah di atas mau mengingatkan kita tentang apa yang seharusnya menjadi motivasi peneladanan. Jangan sampai kita mau memberi teladan supaya anak yang melihat kita, tidak begini dan tidak begitu. Sebab jika motivasinya itu, maka teladan itu sangat rapuh dan mudah berakhir. Misalnya: ketika seorang anak lagi mengikuti retreat di luar kota, apakah kita masih bersaat teduh? Orang yang motivasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena takut dilihat ngga baik oleh anak, bisa jadi tidak bersaat teduh, kan ngga dilihat anak.
Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita agar dalam mengasihi (teladan merupakan bentuk kasih), kita tidak pura-pura. Johan dalam kisah di atas terjebak pada kepura-puraan, namun malah kekonyolan yang dialami. Bagaimana dengan kita? Lakukanlah yang baik, jauhilah yang jahat! Namun bukan dalam motivasi yang keliru (kasih pura-pura), melainkan karena itulah yang seharusnya menjadi panggilan kita. Soli Deo Gloria!
(Natanael Setiadi)
Langganan:
Postingan (Atom)